Senin, 26 April 2010

21 April

Lagi-lagi saudara Jerrinx menarik perhatian saya tentang komen seorang Outsiders yang menanggapi status fb SID yang mendukung perayaan Hari Kartini sebagai kebangkitan wanita Indonesia melawan dominasi pria. Ada komen menarik yang membuat saudara Jerrinx terheran-heran akan betapa masih mundurnya kerangka berpikir sebagian besar generasi muda kita. Begini Ceritanya..

Outsiders yang menamai dirinya di akun fb itu BeKool Widhy berpendapat "Ga rela kalo WANITA mendominasi apa yg seharusnya jd tgas LAKI-LAKI. Malu dong masak dipimpin WANITA! Jrx Pernyataan anda kurang mendidik dan menyalahi kodrat"

Dan Jerrinx pun segera menyanggah dengan jawaban yang SANGAT MASUK AKAL,
"Oya, memangnya menurut anda siapa yang membuat standar "kodrat" atau "moral" yg ada di masyarakat kita? Tuhan? Berpikir dulu sebelum teriak mas. Mungkin kamu belum sadar kalau 'standar kesepakatan moral' yang ada dalam masyarakat kita adalah buah pikir manusia yg lahir sejak dimulainya peradaban manusia. Dan karena jaman dulu (di era kekerasan otot lebih dihormati daripada otak), maka kaum pria lah berkuasa dan memiliki hak untuk membuat standar 'moral' demi kepentingan kaumnya (pria) sendiri.

Contohnya standar moral yg diciptakan utk melindungi kepentingan laki-laki: Wanita tidak boleh menjadi pemimpin, wanita harus tunduk kepada suami, perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi, laki-laki boleh menikahi lebih dari satu istri. Ada banyak lagi standar 'pembodohan' yg tercipta di jaman batu dan masih dipaksa diberlakukan di era yg seharusnya lebih mementingkan daya pikir ketimbang otot dan kekerasan ini. Namun sekarang apakah kamu masih hidup di jaman batu? Apakah anda lebih mementingan otot dibanding otak? Karena bagi saya, setiap manusia itu SETARA dimata Tuhan, entah dia pria atau wanita. Dan jika seorang perempuan memiliki kemampuan berpikir yang lebih cerdas, apa salahnya dia memimpin? Kalau anda tidak mau dipimpin oleh wanita berarti anda masih memiliki cara berpikir tipikal manusia jaman batu yg mendewakan kebodohan. Saya malu ada Outsider yg berpikiran kolot seperti anda. Lebih baik berhenti menjadi Outsider. Anda masih terbelakang dan perlu banyak belajar.

Well, berhubungan dengan postingan pertama saya tadi bertambah lagi lah PR bangsa Indonesia tentang betapa terbelakangnya generasi muda bangsa kita (mungkin juga termasuk saya). Memang sangatlah disayangkan tapi inilah kita, tapi tidak ada kata TIDAK MUNGKIN untuk merubahnya, mulailah merubahnya saat ini juga..!!

Sumber : Disini

OUTSIDERS Bukan Kelompok Anak Manja

Saya sangat tertarik dengan jawaban yang di posting saudara Jerrinx di facebook Superman Is Dead mengenai masalah yang terjadi antara Ousdiders dan Party Dork. Begini ceritanya..

Seorang Outsiders bertanya kepada saudara Jerrinx melalui facebook SID, "Bli Jrx waktu di MTV Award kok mau salaman ma personil pee wee sih ?? Waktu itu bendera SID kan di bakar ma anak Party Dork .Trus lambang outsider di tiban ma Party Dork . Kan itu pelecehan bli..."

Jerrinx pun menjawab,
"Sampai saat ini saya belum melihat dengan mata kepala sendiri kalau SID dilecehkan oleh kelompok yang kamu sebut diatas. Kalau saya melihat langsung, sudah pasti saya akan berada di garis depan untuk membela band saya sendiri.

Dunia punkrock tidak sama dgn dunia sinetron/infotainment yg penuh dgn sensasi/negatifitas murahan dgn bumbu saling fitnah tidak jelas. Daripada kamu mikirin hal2 sampah diatas, mending kamu konsen ke masalah yg sebenarnya. Kalau kalian memang punya banyak waktu dan energi untuk melawan sesuatu, kenapa tidak lawan musuh yang sebenarnya? Kebodohan, terorisme, fasisme, korupsi dan penyeragaman. Berani?

Dan kalau memang ada yg membakar bendera Outsider kenapa tidak langsung diselesaikan masalahnya waktu itu juga? Kalian lakukan apa yg harus dilakukan. Tidak harus mengadu sana sini sepert bayi.

Outsider jangan sampai menjadi kelompok anak cengeng yang gemar gosip tapi tidak berani berbuat apa-apa!"

Sangat jelas bahwa orang-orang kita begini adanya. Tidak menjamin jika orang tersebut mengatasnamakan suatu perkumpulan dan berdiri sangat tegak melawan kebodohan, terorisme, fasisme, korupsi dan penyeragaman hanya di depan bendera perkumpulan tersebut. Tapi apa yang terjadi jika dibelakang bendera perkumpulan tersebut? Mereka seakan seperti bayi yang tak berdaya, seperti anak manja yang kehilangan orang tua dan seakan-akan teriakan-teriakan yang keluar dari mulutnya menciut dan lenyap dalam sekejap. Sebuah PR besar untuk bangsa Indonesia..!!

Sumber: Disini

Minggu, 25 April 2010

Kampanye Anti CD Bajakan Hanya Untuk Kepentingan Musisi?

Pertanyaan ini sudah lama memenuhi rongga pikiran saya, kadang saya pikir terlalu klise, hipokrit dan predictable jika musisi berteriak diatas panggung "Beli CD kami yang asli ya, jangan beli yang bajakan!" Dalam hati saya berkata "Ya ya ya, kamu pikir kamu siapa berteriak-teriak seperti itu di negara yang 99% penduduknya masih hidup dibawah garis kemiskinan ini"

Tapi setelah melalui beberapa peristiwa dan proses pemikiran, saya menemukan alur menarik yang menghubungkan kebutuhan intelektual si pendengar musik dengan keaslian CD yang dimilikinya. Walaupun standar ini tidak bisa diterapkan disemua jenis band/genre di Indonesia -karena terbukti banyak juga band/genre yang tidak peduli dan hanya mengharapkan hasil dari RBT- namun standar ini sangat relevan dengan movement band/genre yang memiliki semangat untuk merubah sesuatu.
And here's what I came up with:

1. Dengan memiliki CD original, pendengar bisa menikmati artwork CD secara utuh. Artwork adalah representasi. Bagaikan lirik lagu ia mewakili setiap jengkal sikap, konsep, idealisme, fashion statement dan isi hati band yang bersangkutan. Dan ini penting bagi pendengar untuk mengetahui secara intelektual dimanakah band kesukaannya berdiri.

2. CD original memiliki konten informasi yang lengkap tentang lirik, pencipta lagu dan musisi/seniman lain yang terlibat didalamnya. Ini penting karena, it's very basic, jika kamu menyukai sesuatu, kamu harus tahu kenapa kamu menyukainya.

Tidak semua band memiliki formula yang sama dalam proses mencipta/berkesenian, dan dengan adanya tampilan visual yang kuat + informasi yang lengkap, kalian akan mampu mengenali, mencintai dan menghargai sebuah band dengan seimbang sebagaimana layaknya mereka dihargai.

Contoh kasus, misalnya ada satu orang, entah vokalis/bassist/drummer yang menonjol di band-nya, kebanyakan pasti berasumsi dialah dari otak band-nya. Padahal kenyataannya tidak selalu begitu. Dan dengan informasi didalam CD original, kalian bisa mendapatkan kebenaran yang sudah merupakan hak intelektual kalian dan tidak perlu lagi merengek-rengek minta dikirimkan lirik lagu lewat Facebook.

Sumber: Disini

Jumat, 23 April 2010

Friendster Dijual...!?!?!

Situs pertemanan di friendster.com dikabarkan akan segera beralih kepemilikannya, angka fantastis siap ditukarkan dengan hak kepemilikan friendster.com yakni sebesar $100 juta. Wah lumayan juga tuh uang segitu buat modal bisnis.

Terjualnya friendster ini mungkin di akibatkan mulai kalah saingnya friendster dengan facebook sehingga membuat pemilik friendster ingin melepas situs ini.

Lalu apa tujuan dari perusahaan yang membeli situs friendster ini? Apakah karena mereka melihat potensi periklanan yang masih cukup besar di friendster.com.

Lalu mungkinkah ada konsep baru pada situs friendster.com untuk bisa menyaingi situs facebook.com sebab sangat di sayangkan kalau friendster.com hanya menjadi sebuah situs yang teronggok tak terpakai.

Tertarik untuk membeli situs friendster juga? Siapkan dana ratusan juta dolar di kantong anda.

Kisah Tato-tato di Tubuh Jerinx "SID"


JAKARTA, KOMPAS.com - Jerinx, penggebuk drum Superman Is Dead (SID), menyimpan filosofi di balik tato-tato yang melekat di tubuhnya. Sadar bahwa tato merupakan sesuatu yang krusial, Jerinx tak mau asal menaruh gambar tanpa makna dan nilai apa-apa. "Tato itu bakal saya bawa sampai mati. Jadi, harus punya makna yang dalam," ujar Jerinx saat ditemui di Jakarta Barat, baru-baru ini.

Karenanya, Jerinx memilih motif tato yang dianggapnya punya nilai dan makna yang dalam. Tato bertuliskan "Grand Mom", misalnya, ia toreh ditubuhnya untuk mendedikasikannya kepada sang nenek. "Nenek saya meninggal pas ulang tahun saya, sembilan tahun yang lalu, di bulan Februari," cerita Jerinx sambil menunjukkan tato di lengan sebelah kanannya.

Terus yang lainnya? "Yang ini adalah judul lagu country yang dibawakan lagi sama Social Distortion yang liriknya bagus banget dan menyentuh banget bagi saya. Dan, yang ini adalah buat seseorang yang sangat spesial bagi saya, Lady Rose. Saya dedikasikan buat dia," katanya. "Lalu ada naga karena shio saya naga," tambahnya, seraya mengatakan bahwa tato-tato itu merupakan karya seniman-seniman tato luar dan dalam negeri.

Bahkan, Jerinx juga mengabadikan runtuhnya menara kembar WTC dalam tubuhnya. "Yang ini saya buat pas 9/11. Waktu New York dihancurkan, saya langsung bikin tato ini, karena dunia saya pikir tidak sama lagi dan ternyata dunia benar-benar berubah. Setelah itu mulai ada bom Bali dan teroris," kata Jerinx.

Melongok ke belakang, Jerinx mengaku mendapatkan tato pertamanya sejak kelas dua SMA. "Waktu itu saya baru punya band. Jadi, saya terinspirasi tato tribal-nya Anthony 'Red Hot Chili Peppers'," kenang Jerinx. "Emang waktu itu saya belum terlalu paham dengan konsep tato seperti apa, tapi saya hanya berpikir ini keren saja," sambungnya.

Pilihan tato pertamanya itu, menurut Jerinx, hanya sebatas pengin keren-kerenan saja. "Waktu itu memang lagi tren tribal. Karena belum ada internet, referensi saya dari TV sama majalah-majalah yang saya dapat di jalan. Waktu itu, cukup susah dapatin majalah luar. Akhirnya, saya baru sadar kalau tato ternyata banyak konsepnya, ada yang old school segala macam," ujarnya.

Ngomong-ngomong, apa masih berniat membuat tato baru lagi di tubuhnya? "Saya bakal tato sebuah mesin motor di perut saya. Di Sanur, ada artis tato. Namanya Kaga, yang spesialis tato black and grey. Jadi, saya rasa, kalau di perut saya ditato mesin motor itu bakal keren hasilnya," tutup Jerinx.

Sumber: Disini

Rabu, 14 April 2010

Deadsquad: 'HORROR VISION', Manifestasi Idealisme Sambilan


Mendengarkan secara mendalam track demi track dalam HORROR VISION menimbulkan pertanyaan klise, di manakah letak idealisme di era apresiasi musik Indonesia yang kian dangkal? Ataukah Deadsquad hanya manifestasi dari sebuah budaya latah yang tak relevan lagi, sebagaimana film-film Indonesia kekinian, yang hanya dipenuhi paha, dada, dan pocong.

Imej bagaimanapun juga adalah ujung tombak dari komunikasi. dan Andyan Gorust, drummer sekaligus designer layout cover album Deadsquad, paham betul hal itu. Imej gelap, suram, absurd, atau apalah yang bisa mewakili kesangaran death metal, digambarkan habis di sampul depan album debut band asal Jakarta tersebut. Sayangnya, kurang kuatnya tema atau akibat kurang tergarap maksimal, cover album itu malah cenderung pasaran, persis dengan poster film-film Indonesia terkini.

Melabeli diri mereka dengan technical death metal band rasanya cukup masuk akal, meski mereka terdengar jauh lebih grindcore, dan setipe dengan band underground lain asal Bandung, dikarenakan technical yang dimaksud mungkin adalah permainan dari duet gitaris Stevie Morley Item dan Christopher Bollemeyer, serta speed yang dihasilkan oleh fill drum Andyan Gorust sendiri. Namun bukankah Ozzy Osbourne tak pernah mengklaim dirinya sebagai seorang satanist yang putus asa, ia mendapatkan semua lewat karyanya yang diakui kritikus musik sebagai sesuatu yang langka dan fenomenal, sementara dicap berbahaya oleh kebanyakan orang tua di Amerika.

Dari tujuh track karya sendiri plus satu track cover version Arise milik Sepultura, Deadsquad mengumbar permainan Stevie Item, yang seakan-akan memuaskan hasratnya setelah lelah 'beronani' di Andra And The Backbone. Anda akan mudah mengenali permainan Stevie yang memang terang-terangan mengaku menyukai Steve Vai, apalagi jika Anda fans berat salah satu gitaris G3 yang dikenal flamboyan tersebut.

Simak opening track, Pasukan Mati, pada lead gitar setelah verse pertama, Anda akan menemukan permainan Stevie yang sangat Steve Vai. Berikutnya pada track nomor empat, Dominasi Belati, Stevie mengisi lead awal yang lagi-lagi menegaskan hal yang sama, namun sekali lagi, di sini gitaris anak kedua dari Yopie Item itu memang bisa leluasa, tanpa ada bayang-bayang Andra Ramadhan.

Technical berikutnya bersumber pada shredder Christopher 'Coki' Bollemeyer yang telah kita kenal kiprahnya sejak bersama Base Jam, lalu menjadi gitaris keempat yang menemani Eno Gitara Ryanto dan Bagus Dhanar Dhana di Netral. Coki yang kembali di endorse oleh Ibanez rupanya mengeksploitasi habis-habisan 'sponsor'nya tersebut, downstroke dan shredding pentatonic khas Coki yang menggemari Hendrix diperagakan di setiap track. Bisa dikatakan, setiap track tak jauh beda, baik secara lirik (sama-sama mengangkat tema suram dan kematian sosio kultur) ataupun aransemen, hanya Coki dan Stevie-lah yang membuat perbedaan.

Secara keseluruhan, hanya betotan bass Bonsquad, serta growl dan scream dari Daniel Mardhany yang tenggelam serta kurang 'berteriak', entah akibat mixing yang tak terlalu istimewa, atau disengaja dengan asumsi sound gitar yang dikedepankan, yang jelas hal tersebut sangat klise dengan permainan instrumentalis sisanya yang sangat menggebu.

Jika berkaca dari album rilisan band dengan scene yang 'sebelas-duabelas' dengan Deadsquad, Burgerkill dengan BERKARAT di tahun 2003, yang bahkan sempat menyabet AMI Awards untuk kategori 'Best Metal Production', kualitas rekaman Deadsquad boleh dikatakan 'aib' untuk band sekelas mereka, serta menjadi pekerjaan rumah bagi Rottrevore Records.

Akhirnya, jika boleh berandai-andai, Deadsquad rasanya harus memiliki vokalis sekelas Khrisna J Sadrach, yang dijamin mampu mengimbangi bombardir instrumen pol-polan, serta kemampuan mengaransemen sounding yang tepat, plus mental manajemen keproduseran yang kuat, daripada hanya sekedar berkutat dengan slogan technical death metal.

Kalau sudah seperti ini, rasanya tak perlu dipertanyakan idealisme musik ala Deadsquad, karena eksistensi tak akan pernah pasti, ketika Netral dan Andra And The Backbone tetap ramai order manggung

Oleh: Galih Akbar

Senin, 12 April 2010

Sedikit review tentang album One Day Remains

Revolusi band cadas"CREED" yang pernah ngetop dengan single "My Sacrifice" lewat nama baru dan vokalis baru.

ALTER BRIDGE adalah Mark Tremonti(gitar/vokal), Brian Marshall(drum) dan Scott Phillips(drum) yang notabene adalah mantan personil CREED ditambah Myless Kennedy, mantan personil MAYFIELD FOUR, sebagai pengisi vokal.

"Setelah apa yang diperoleh CREED secara profesional, saya merasa sekarang saatnya untuk lebih memfokuskan pada cita-cita saya pribadi. Salah satu cita-cita saya adalah untuk kembali ke akar musik rock ‘n’ roll yang lebih kental. Setelah CREED memutuskan untuk bubar, rekan seperjuangan saya, Scott Phillips, dan saya memulai untuk nge-jam bareng lagi. Dan akhirnya kami sadar kalau kami ternyata mempunyai visi yang sama dan hebatnya lagi, kami berdua sepakat untuk kembali memulainya dari mula," aku Mark Tremonti panjang lebar tentang ide awal terbentuknya ALTER BRIDGE.

Debut pertama ALTER BRIDGE dituntaskan dalam album bertajuk One Day Remains dan dibidani oleh produser kawakan Ben Grosse (Filter, Fuel, Sevendust). Kebanyakan lagu-lagu dialbum ini dicuplik dari permainan riff gitar dan melodi Tremonti yang dimainkan iseng-iseng dan direkam di ‘handheld recorder’ mungil miliknya. "Track pertama yang kukerjakan adalah "Shed My Skin"-digali dari pengalaman masa lalu saya yang telah melahirkan diri saya hari ini. Dari segi lirik, aku sangat memikirkan lebih detil dibanding pengerjaan album sebelumnya," papar Tremonti, "Banyak lagu-lagu disini bertemakan sangat pribadi, contohnya "In Loving Memory" yang bercerita tentang mendiang ibu-ku."

Dengan hadirnya Tremonti, Phillips dan Marshall yang pernah berada dalam satu grup, tak diayalkan lagi jika keberlanjutan mereka dalam ALTER BRIDGE masih menyiratkan benang merah dengan CREED, namun kali ini dengan nafas yang lebih dinamis dan lagu yang bisa dibilang lebih bagus musikalitasnya. Dalam "Open Your Eyes" yang juga menjadi single pertama dari album ini, terlihat sekali runtutan komposisi yang menampilkan Tremonti beryanyi lebih harmonis dari sebelumnya walau sambil memetik melodi. Kehadiran Myless yang juga sebagai gitaris tandem dengan kemampuan pendekatan vokalisasi yang mengagumkan, dia telah melahirkan lagu-lagu ALTER BRIDGE menjadi mantab didengar.

Jika disimak track demi track dalam album One Day Remains, band ini rupanya ingin kembali lagi ke akar rock di-era 70’an. Seperti yang dipaparkan Tremonti, "Kembali ke ’70, adalah hal yang menakjubkan karna permainan melodi rock di era ini lebih ditonjolkan. Melodi adalah inti dari semua lagu. Melodi-lah yang berperan dalam sebuah pertunjukan, dan sebuah pertunjukan tidak berarti apapun tanpanya!"

Sebagai kwartet yang baru saja merilis debut pertamanya, tampaknya ini ALTER BRIDGE lebih menjanjikan dan ketegangan baru akan dimulai. Akar rock yang dimainkan oleh personil-personil kawakan, pengalaman dari masa lalu dan skill yang tangguh. Mari berdiri sejenak dan sambutlah ALTER BRIDGE, band baru, awal yang baru!

"One Day Remains" Track Listing
1. Find The Real
2. One Day Remains
3. Open Your Eyes
4. Burn It Down
5. Metalingus
6. Broken Wings
7. In Loving Memory
8. Down To My Last
9. Watch Your Words
10. Shed My Skin
11. The End Is Here